Pembangunan subsektor peternakan mengemban satu
fungsi yang sangat penting dalam pembangunan nasional, yaitu fungsi untuk
penyediaan bahan pangan hewaniyang berkualitas berupa daging, telur dan susu.
Upaya-upaya untuk meningkatkan produksi peternakan merupakan pekerjaan rumah
yang sangat besar bagi bangsa ini karena saat ini tingkat pencapaian konsumsi
masyarakat indonesia terhadap protein hewani asal ternak masih rendah baru
mencapai 5,03 gram/kapita/hari. Tingkat pencapaian ini masih di bawah standar
kebutuhan yang dikemukakan Widyakarya Pangan dan Gizi VI (1998) yang
menyarankan untuk masyarakat Indonesia mengkonsumsi protein hewani asal ternak
6 gram/kapita/hari atau setara dengan daging 10,3 kg, telur 6,5 kg dan susu 7,2
kg/kapita/tahun. Bahkan pencapaian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan
tingkat pencapaian beberapa negara di kawasan Asia Tenggara dan negara maju
lainnya di dunia. Sebagai contoh tingkat pencapaian konsumsi di Malaysia
sebesar 28,4 gram/kapita/hari dan Amerika Serikat telah mencapai 73,5
gram/kapita/hari. Sementara WHO menyarankan konsumsi protein hewani asal ternak
sebesar 26 gram/kapita/hari.
Peternakan unggas di Indonesia memiliki peranan
penting dalam pembangunan peternakan, karena merupakan ujung tombak dalam
pemenuhan kebutuhan pangan hewani. Saat ini ternak unggas memberikan kontribusi
terbesar terhadap produksi daging yaitu 60,73%. Peran sentral yang diemban oleh
peternakan unggas harus diimbangi dengan kemauan dan kemampuan para pembudidaya
ternak unggas dalam peningkatan produksi. Unggas
merupakan jenis hewan bertulang belakang ( chordata ) masuk dalam kelas aves
(bersayap) yang telah mengalami domestikasi (diternak) untuk memenuhi kebutuhan
manusia seperti daging dan telur. Unggas masuk dalam ordo anseriformes ( entok,
angsa, itik, dan undan), serta galliformes ( puyuh, kalkun, ayam).
Salah satu jenis ternak unggas
yang memiliki prospek yang cukup bagus dikembangkan di masyarakat pedesaan,
daerah tertinggal dan transmigrasi adalah ternak itik. Ternak itik memiliki
kemampuan dalam beradaptasi yang sangat baik di lingkungan yang marginal
sekalipun, hal ini bisa dilihat dari kemampuan itik dalam mencari pakan secara
mandiri dalam pemeliharaan sistem pangonan. Kelebihan tersebut didukung dengan
permintaan pasar yang sangat tinggi pada produk itik, membuat itik sangat
prospektif sekali dikembangkan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Balai Besar
Latihan Masyarakat Yogyakarta memandang
perlu untuk meningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi Penggerak Swadaya
Masyarakat dalam bidang budidaya itik dan pembuatan pakannya melalui pelaksanaan
kursus pada tahun 2016 ini di Kelompok Ternak Bina
Mandiri Dusun Kalangan Desa Ambartawang Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelan. Beberapa materi yang telah dikuasai oleh teman-teman PSM antara lain :
a.
Pengenalan
ciri atau identifikasi anak itik umur sehari (DOD) dalam hal jenis kelamin, bibit
unggul dan sehat
b. Pengenalan ciri ternak
itik yang baik untuk dijadikan petelur dan indukan
c. Identifikasi
Organoleptik ciri telur fertil dan infertil
d. Mampu
melaksanakan SOP Persiapan mesin tetas
e. Mampu
melaksanakan SOP Penetasan telur
f. Mampu melakukan candling dengan akurat
g.
Mampu melakukan vaksinasi dan pengendalian hama dan penyakit
h. Mampu melakukan formulasi ransum pakan itik
sesuai tahapan pemeliharaan
i. Mampu melakukan SOP pemeliharaan itik
j. Mampu melakukan kegiatan pengolahan produk
berupa pembuatan telur asin
Berikut ini beberapa dokumentasi kegiatan yang telah dilakukan oleh Sdr. Agung Cahyo Prabowo, SE.,MM. dan Sdr. Bayu Kristianto, S.Pt. pada tanggal 25 sampai dengan 29 Januari 2016 :
0 komentar:
Posting Komentar